- Klasifikasi ilmiah -
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Violales
Famili: Cucurbitaceae
Genus: Momordica
Spesies: M. charantia
Nama binomial : Momordica charantia
Peria atau pare adalah tumbuhan merambat yang berasal dari wilayah Asia Tropis, terutama daerah India bagian barat, yaitu Assam dan Burma. Nama Momordica yang melekat pada nama binomialnya berarti "gigitan" yang menunjukkan pemerian tepi daunnya yang bergerigi menyerupai bekas gigitan.
Di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Cina, peria dimanfaatkan untuk pengobatan, antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, minuman penambah semangat, obat pencahar dan perangsang muntah, bahkan telah diekstrak dan dikemas dalam kapsul sebagai obat herbal/jamu. Buahnya mengandung albuminoid, karbohidrat, dan pigmen. Daunnya mengandung momordisina, momordina, carantina, resin, dan minyak. Sementara itu, akarnya mengandung asam momordial dan asam oleanolat, sedangkan bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial. Peria juga dapat merangsang nafsu makan,menyembuhkan penyakit kuning,memperlancar pencernaan, dan sebagai obat malaria. Selain itu, peria juga mengandung beta-karotena dua kali lebih besar daripada brokoli sehingga berpotensi mampu mencegah timbulnya penyakit kanker dan mengurangi risiko terkena serangan jantung ataupun infeksi virus. Daun peria juga bermanfaat untuk menyembuhkan mencret pada bayi, membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, menurunkan demam, mengeluarkan cacing kremi, serta dapat menyembuhkan batuk. Buahnya yang berasa pahit biasa diolah sebagai sayur, misalnya pada gado-gado, pecel, rendang, atau gulai. Di Cina peria diolah dengan tausi, tauco, daging sapi, dan cabai sehingga rasanya makin enak atau diisi dengan adonan daging dan tofu, sedangkan di Jepang peria jadi primadona makanan sehat karena diolah menjadi sup, tempura, atau asinan sayuran. Ekstrak biji peria selain digunakan sebagai bahan obat, ternyata juga dapat digunakan sebagai pembasmi larva alami yang merugikan seperti larva Aedes aegypti yang menyebarkan penyakit demam berdarah dengue atau DBD.
Sejak zaman purba peria digunakan untuk merawat penderita kencing manis karena terbukti berkhasiat hipoglikemik melalui insulin nabati yang mengurangi kandungan gula dalam darah dan air kencing.
Penelitian mengenai khasiat hipoglikemik ini dilakukan oleh William D.Torres pada tahun 2004 baik secara in vitro maupun in vivo. Efek peria dalam menurunkan gula darah pada hewan percobaan bekerja dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan. Selain itu diduga peria memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea, yakni obat antidiabetes paling tua . Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glikogen di hati. Momordisin, sejenis glukosida yang terkandung dalam peria juga mampu menurunkan kadar gula dalam darah dan membantu pankreas menghasilkan insulin. Efek peria dalam menurunkan gula darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin. Penemuan peria sebagai antidiabetes ini diperkuat oleh hasil penelitian ahli obat berkebangsaan Inggris, A.Raman dan C.lau pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa sari dan serbuk kering buah peria menyebabkan pengurangan kadar glukosa dalam darahdan meningkatkan toleransi glukosa. Dalam ramuan tradisional, buah peria ditumbuk hingga menghasilkan cairan pahit atau merebus daun serta buahnya sehingga menghasilkan air yang dapat diminum secara langsung. Sebagai obat diabetes, buah peria dapat disajikan sebagai teh karena terbukti tidak memiliki efek samping terhadap sistem pencernaan sehingga tepat dikonsumsi oleh penderita yang mengalami konstipasi.
Sumber : Wikipedia Indonesia Bebas
Genus: Momordica
Spesies: M. charantia
Nama binomial : Momordica charantia
Peria atau pare adalah tumbuhan merambat yang berasal dari wilayah Asia Tropis, terutama daerah India bagian barat, yaitu Assam dan Burma. Nama Momordica yang melekat pada nama binomialnya berarti "gigitan" yang menunjukkan pemerian tepi daunnya yang bergerigi menyerupai bekas gigitan.
Di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Cina, peria dimanfaatkan untuk pengobatan, antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, minuman penambah semangat, obat pencahar dan perangsang muntah, bahkan telah diekstrak dan dikemas dalam kapsul sebagai obat herbal/jamu. Buahnya mengandung albuminoid, karbohidrat, dan pigmen. Daunnya mengandung momordisina, momordina, carantina, resin, dan minyak. Sementara itu, akarnya mengandung asam momordial dan asam oleanolat, sedangkan bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial. Peria juga dapat merangsang nafsu makan,menyembuhkan penyakit kuning,memperlancar pencernaan, dan sebagai obat malaria. Selain itu, peria juga mengandung beta-karotena dua kali lebih besar daripada brokoli sehingga berpotensi mampu mencegah timbulnya penyakit kanker dan mengurangi risiko terkena serangan jantung ataupun infeksi virus. Daun peria juga bermanfaat untuk menyembuhkan mencret pada bayi, membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, menurunkan demam, mengeluarkan cacing kremi, serta dapat menyembuhkan batuk. Buahnya yang berasa pahit biasa diolah sebagai sayur, misalnya pada gado-gado, pecel, rendang, atau gulai. Di Cina peria diolah dengan tausi, tauco, daging sapi, dan cabai sehingga rasanya makin enak atau diisi dengan adonan daging dan tofu, sedangkan di Jepang peria jadi primadona makanan sehat karena diolah menjadi sup, tempura, atau asinan sayuran. Ekstrak biji peria selain digunakan sebagai bahan obat, ternyata juga dapat digunakan sebagai pembasmi larva alami yang merugikan seperti larva Aedes aegypti yang menyebarkan penyakit demam berdarah dengue atau DBD.
Sejak zaman purba peria digunakan untuk merawat penderita kencing manis karena terbukti berkhasiat hipoglikemik melalui insulin nabati yang mengurangi kandungan gula dalam darah dan air kencing.
Penelitian mengenai khasiat hipoglikemik ini dilakukan oleh William D.Torres pada tahun 2004 baik secara in vitro maupun in vivo. Efek peria dalam menurunkan gula darah pada hewan percobaan bekerja dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan. Selain itu diduga peria memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea, yakni obat antidiabetes paling tua . Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glikogen di hati. Momordisin, sejenis glukosida yang terkandung dalam peria juga mampu menurunkan kadar gula dalam darah dan membantu pankreas menghasilkan insulin. Efek peria dalam menurunkan gula darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin. Penemuan peria sebagai antidiabetes ini diperkuat oleh hasil penelitian ahli obat berkebangsaan Inggris, A.Raman dan C.lau pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa sari dan serbuk kering buah peria menyebabkan pengurangan kadar glukosa dalam darahdan meningkatkan toleransi glukosa. Dalam ramuan tradisional, buah peria ditumbuk hingga menghasilkan cairan pahit atau merebus daun serta buahnya sehingga menghasilkan air yang dapat diminum secara langsung. Sebagai obat diabetes, buah peria dapat disajikan sebagai teh karena terbukti tidak memiliki efek samping terhadap sistem pencernaan sehingga tepat dikonsumsi oleh penderita yang mengalami konstipasi.
Sumber : Wikipedia Indonesia Bebas
0 comments